Nasib megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang kembali dihidupkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hampir dipastikan kandas di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Pemerintahan baru yang mengusung visi kemaritiman tidak tertarik membangun jembatan sepanjang 27,4 kilometer yang menelan biaya hingga Rp 225 triliun tersebut.
Dilihat dari payung hukumnya yakni Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2011 tentang Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS) atau Jembatan Selat Sunda (JSS), pemerintah yang kala itu dipimpin SBY menetapkan PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) selaku pemrakarsa dan diminta melakukan study kelayakan.
Di GBLS, Tomy Winata dengan bendera anak usahanya yakni PT Bangungraha Sejahtera Mulia menjadi pemegang saham terbesar 95 persen. Tomy duduk sebagai komisaris utama. Sedangkan Pemerintah Provinsi Banten dan Lampung memiliki saham 2,5 persen.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil menuturkan, pemerintah akan mempertimbangkan nasib perpres tentang kawasan JSS. Apalagi, saat ini belum ada investasi dalam pembuatan Jembatan Selat Sunda. Batalnya pembangunan jembatan selat sunda justru membuat pemerintah semakin fokus memanfaatkan sektor maritim sebagai kekuatan bangsa. Sehingga ke depannya penyeberangan Jawa-Sumatera jadi lebih murah dan cepat.
“Cara bagaimana memperluas, membuat terminal penyeberangan dan dengan kapal yang lebih cepat, sehingga penyeberangan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya itu bisa lebih cepat,” ungkap Sofyan, kemarin.
Hal serupa juga diungkapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Dia menuturkan, pemerintah memprioritaskan pengembangan pelabuhan laut. Infrastruktur ini menjadi salah satu penunjang kegiatan ekonomi yang utama, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
“Pelabuhan itu salah satu penunjang kegiatan ekonomi. Kalau pelabuhannya tidak berkembang, dalam jangka panjang ekonominya juga terganggu,” ungkapnya.
PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) selaku pemrakarsa pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) menyatakan akan mematuhi apapun yang diputuskan pemerintah tentang kelanjutan proyek infrastruktur raksasa ini.
Menurut Direktur Utama PT GBLS Agung Prabowo, pihaknya konsisten dengan surat disampaikan kepada pemerintah tanggal 24 Juli 2012. “Intinya kami tunduk dan loyal pada apapun putusan yang legal dan sah dari pemerintah, termasuk pemerintah sekarang,” tegasnya kepada pimpinan media di Jakarta, Selasa (4/11) malam.
“Proyek ini belum jalan. Sebagai pemrakarsa, tugas kami melakukan studi kelayakan, baik dari sisi teknis pembangunan jembatan, maupun dampak sosial ekonominya. Studi awal sudah kita lakukan. Kelanjutannya menunggu sikap pemerintah,” katanya.
Agung mengaku lupa soal dana yang dikeluarkan. Dia hanya menyebut PT GBLS sudah mengeluarkan dana setidaknya Rp 75 miliar. “Kami ini kan melaksanakan sebagian dari apa yang diamanatkan oleh Perpers No 86/2011. Perpers ini masih berlaku, dan kami menunggu apa yang akan diputuskan pemerintah,” tegasnya.
Meskipun Presiden Jokowi belum menyampaikan secara tegas perihal penghentian megaproyek ini, Wakil Presiden dan para menteri kabinet kerja sudah memberikan sinyal bahwa proyek ini tak dilanjutkan. Berikut paparannya.
Be the first to comment